Wednesday, 14 December 2016

ANALISA PERKEMBANGAN E-GOVERNMENT DI INDONESIA
(ISU – ISU SOSIAL)

OLEH : KELOMPOK 12
MAHASISWA SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK, TANJUNGPINANG

ABSTRACT
            Bangsa yang maju adalah bangsa yang menguasai ilmu pengetahuan dan tehknologi. kuasailah tehknologi maka kau akan menguasai dunia, begitulah pembicaraan yang berkembang di masyarakat tehknologi dan ungkapan itu tidak sekedar ungkapan. Departement komunikasi dan informasi republic Indonesia adalah merupakan salah satu institusi pemerintah yang bertanggung jawab untuk mewujudkan hal tersebut melalui salah satu programnya yakni e-government. Apa sih e-government itu ? dan apa manfaatnya ? bagaimana implementasi e-government di Indonesia ? journal kami akan mencoba membahas hal hal tersebut.
            Kemajuan tehknologi informasi memberikan manfaat yang sebesar – besarnya untuk permasalahan masyarakat. tentunya dalam dunia yang sudah mengglobal ini, kemajuan tehknologi yang diperlukan dan dimanfaatkan dalam segala bidang. Salah satu yang terkena sentuhan tehknologi informasi adalah pelayanan pemerintahan kepada public. Artinya dalam era tehknologi informasi ini, informasi telah dihubungkan oleh dengan sebuah gerbang / “gateway “ yang terintegrasi. Kemajuan tehknologi komunikasi dan informasi yang pesat serta potensi pemanfaatannya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolahan dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Selain itu pemanfaatan tehknologi komunikasi dan informasi dalam proses pemerintahan (e-government) akan meningkatkan efisiensi, efektifitas, transparansi, akuntabilitas penyelenggara pemerintahan.
            E-gov atau electronic government merupakan bentuk dari implementasi penggunaan tehknologi informasi bagi pelayanan pemerintah kepada public. Yaitu bagaimana pemerintah memberikan informasi kepada pemangku kepentingan (stakeholder) melalui sebuah portal web. Perbedaan pemahaman, cara pandang dan tindakan atas e-gov telah menimbulkan distorsi serta penyimpangan atas maksud pembuatan e-gov itu sendiri. Kondisi memprihatinkan ini terjadi di berbagai tingkatan birokrasi, baik dari tingkat staf paling bawah hingga ke tingkat paling tinggi. Begitu pula dalam berbagai praktek bisinis di lingkungan swsta. Lemahnya pemanfaatan e-gov di lingkungan birokrasi yang saling terkait dengan masih terbatasnya aplikasi didunia bisis telah menyebabkan lambatnya pelaksanaan program e-government.

1.     PEMBAHASAN
Defenisi E-Government
            E-Government adalah tentang penyampaian informasi pemerintah dan penyelenggaraan pelayanan secara online melalui internet atau alat digital lainnya. sedangkan menurut Holmes (2000), E-gov didefenisikan sebagai “kegunaan tehknologi informasi untuk memberikan / menyajikan pelayanan kepada public dengan lebih nyaman”, berorientasi pada konsumen, mengefektifkan biaya dan secara keseluruhan merupakan cara yang lebih baik dari sebelumnya, sedangkan penulis lain (fang, 2002 ; Seifert dan Bonham, 2004) mendefenisikan E-Government merupakan salah satu cara bagaimana pemerintah menggunakan tehknologi informasi khususnya aplikasi internet berbasis WEB, untuk menyediakan akses yang mudah terhadap informasi pemerintah dan menyediakan pelayanan public, juga untuk menngkatkan kualitas pelayanan pemerintahan, serta melakukan transformasi hubungan antara pejabat public dengan penduduk juga bisnis. Dari berbagai defenisi ini, umumnya pemerintah – pemerintah di dunia mengimplementasikan E-Gov menggunakan defenisi dari Bank Dunia, yaitu pemanfaatan tehknologi informasi seperti (Wide Area Network, Internet Mobile Computing) oleh agen pemerintah yang mampu mentransformasikan hubugan dengan penduduk, bisnis serta unit pemerintah lainnya.
            Secara garis besar dari defenisi – defenisi yang beredar mengenai E-Gov ini dapat disimpulkan bahwa E-Gov mempunyai beberapa penekanan penting yaitu pada :
1.      Adanya pemanfaatan tehknologi informasi (Internet WAN, Mobile Computing dll).
2.      Adanya tujuan untuk meningkatkan layanan kepada public yaitu dengan adanya pelayanan umum secara online (Online Public Services).
3.      Adanya tujuan untuk melakukan transformasi hubungan antara agen pemerintah dengan penduduk, bisnis ataupun dengan pemerintah lainnya.
Pelayanan public yang dilakukan oleh pemerintah dijelaskan oleh sebuah model Future Of Government Services. Dalam hal ini model ini digambarkan bahwa pelayanan pemerintah dipengaruhi oleh dua factor yaitu :
1.      Internal Drivers
a.       Risk Management
b.      Partnership
c.       Skills Shortage
d.      Take care of People
e.       Intellectual Asset Management
f.       Shorten Cycle Time
g.      Constituency Requiretment
h.      Innovative Product & Services
i.        Streamline Business Processes
2.      External Drivers
a.       IT Commoditization
b.      Works & Lifestyles Diversity
c.       Internet Landscape
d.      Informational Transparency
e.       Skill Shortage
f.       Competition to Provide Services
g.      New Business Model Emerging
h.      Legislation
Aplikasi dari IT dalam sector pulik ditujukan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan akuntabilitas dalam penyampaian pelayanan public oleh pemerintah. Layne and Lee (2001) menjelaskan dalam 4 tahap pengembangan E-Gov yaitu :
1.      Cataloguing : focus pada memulai sebuah bentuk keadiran secara online dari pemerintah. Hal ini dapat diwakili dengan adanya web static.
2.      Transaction : dalam halaman web tersebut disajikan link database dinamis.
3.      Vertical Integration : terbangunnya sebuah koneksi dengan fungsi dan jasa dari tingkat diatasnya, misalnya portal web pemda tingkat II, mempunyai fungsi pelayanan dari portal web pemda tingkat I dan tingkat pusat. Di Vertical Integration, focus pada transformasi jasa pelayanan pemerintahan dan bukan pada otomatisasi. Targetnya adalah mengintegrasi sistem pemerintahan tingkat II dengan tingkat I dan tingkat pusat, hal ini dilakukan untuk bertujuan cross referencing and checking. Selain itu, target lainnya adalah untuk mempertimbangkan peingkatan efisiensi, privasi dan masalah kerahasiaan.
4.      Horizontal Integration: yaitu sebuah antar fungsi dan pelayanan yang beda. Pada Horizontal Intregation, ditandai dengan adanya database yang melintas area fungsional yang berbeda, yaitu saling berkomunikasi satu sama lain dan idealnya saling membagi informasi. Dengan demikian, informasi yang diperoleh satu agen pemerintah maka dapat digunakan oleh seluruh fungsi lain dalam sistem.
            Secara keseluruhan 4 tahap E-Gov dari Layne & Lee menawarkan harpan terbaik untuk meningkatkan efisiensi melalui reformasi administrasi malalui vertical maupun horizontal intregation.
Tingkatan Layanan atau Tahapan Pengembangan E-Government Secara Umum
            Pengembangan E-Government dapat dilakukan dalam beberapa tahap atau tingkatan. Beberapa sumber pustaka menjelaskan tentang tingkatan layanan E-Government sebagai berikut:
1.      Tahap pertama : menerbitkan informasi tentang diri sendiri bagi kepentingan warga dan kalangan bisnis (lewat web / internet) juga menyediakan fasilitas komunikasi.
2.      Tahap kedua : aplikasi internet yang memungkinkan data dapat dikumpulkan (online), diolah, dan disebarluaskan dalam bentuk baru (agar lebih efisien) : meskipun sebagian proses pemberian servis tetap secara offline, public dapat memantau kinerja sacara online.
3.      Tahap ketiga : aplikasi Extranet yang memungkinkan warga wilayah dapat mengisi balanko aplikasi secara online (lewat internet)
Kiat – Kiat Menuju E-Government Yang Unggul
            Agar kita dapat berhasil dan unggul dalam penerapan E-Government, maka perlu kita simak nasehat dalam publikasi the Harvard Policy Group (2000). Menurut nasehat tersebut, kita perlu melakukan delapan hal, yaitu :
1.      Fokuskan pada cara tehknologi informasi yang mengarahkan bentuk kegiatan dan strategi dalam sector public.
2.      Gunakan tehknologi informasi bagi inovasi strategis, bukan hanya otomasi kegiatan taktis.
3.      Manfaatkan pengalaman – pengalaman terbaik (best practices) dalam menerapkan inisiatif pemanfaatan tehknologi informasi.
4.      Tingkatkan anggaran dan pendanaan bagi inisiatif pemanfaatan tehknologi informasi yang menjanjikan (mempunyai harapan keberhasilan)
5.      Lindungi privasi dan security (keamanan)
6.      Bentuk dan kembangkan kerjasama berkaitan dengan tehknologi informasi untuk mendorong pembangunan ekonomi.
7.      Gunakan tehknologi informasi untuk mempromosikan keadilan dalam peluang kerja dan kesejahteraan masyarakat.
8.      Persiapkan diri terhadap berkembangnya demokrasi digital (demokrasi ala digital).
Tindakan 1 sampai 4 mendukung transisi ke pelayanan elektronis, sedangkan tindakan ke 5 sampai ke 8 akan menjawab tantangan yang sedang timbul dalam kepemerintahan.
            Melengkapi kiat – kiat di atas, menurut Accenture (2001: 8-9), ada lima karakteristik E-Government yang unggul yaitu:
A.    Visi dan Implementasi : mempunyai visi sejak awal dan mekanisme implementasi yang baik dan tepat.
B.     Berorientasi ke pengguna / warga masyarakat : pada umumya, diawal pengembangan E-Governmnet, informasi yang dipublikasikan disusun dan diorganisasikan dengan mempertimbangkan cara pemerintah bekerja dan memberikan layanan secara fisik. Pada E-Government yang unggul, layanan kepada public atau warga masyarakat dirancang dengan mempertimbangkan kemauan dan cara berpikir masyarakat umum, bukan berdasar cara kerja lembaga – lembaga pemerintah. Dalam berkomunikasi dengan pemerintah lewat E-Government, masyarakat tidak perlu tahu struktur organisasi dan tata laksana pemerintah. Misal : untuk aplikasi IMB, cukup di klik tombol aplikasi yang juga untuk layanan aplikasi – aplikasi lainnya (tidak perlu tahu instansi yang mengurusnya lalu mengkilik tombol instansi terebut).
C.     Menggunakan manajemen hubungan masyarakat, humas pemerintahan bergeser fungsinya bagaikan humas dalam perusahaan jasa, dengan menggunakan tehknik – tehknik manajemen informasi pengguna jasa, pemasaran, meminimalkan duplikasi pengumpulan informasi dan pembuatan profil prilaku pengguna jasa dalam rangka memprediksi kebutuhan dimasa depan.
D.    Volume dan Kompleksitas  / kerumitan : mampu menangani volume informasi yan besar dengan kompleksitas tinggi (tapi masih nyaman dan Nampak sederhana atau tidak rumit bagi pengguna).
E.     Pengguna portal sebagai salah satu pintu masuk : memudahkan bagi pengguna / warga masyarakat dengan tidak perlu mengunjungi setiap instansi, cukup satu situs sebagai pintu masuk (portal) untuk mendapatkan semua layanan yang diperlukan. Contoh : eCitizen Portal layanan dari pemerintah singapura untuk warganya.
Pengembangan Lebih Lanjut E-Government Menjadi E-Governance
            Dalam pengembangan E-Government, kita perlu mempertimbangkan bahwa E-Government dapat dikembangkan lebih luas ke E-Governance.
Menurut Heeks (2001a: 2), E-Governance dapat diartikan sebagai pemanfaatan ICT untuk mendukung pemerintahan yang baik (good governance). Lebih lanjut dijelaskan bahwa E-Governance mencakup:
1.      E-Administration : untuk memperbaiki proses pemerintahan dengan menghemat biaya, dengan mengeloa kinerja dengan membangun koneksi strategis dalam pemerintahan, sendiri dan dengan menciptakan pemberdayaan.
2.      E-Citizen & e-Services : menghubungkan warga masyarakat dengan pemerintah dengan cara berbicara dengan warga dan mendukung akuntabilitas, dengan mendengarkan masyarakat dan mendukung demokrasi, dan meningkatkan layanan public.
3.      E-Society : membangun inteaksi diluar pemerintah dengan bekerja secara baik dengan pihak bisnis, dengan mengembangkan masyarakat, dengan mambangun kerjasama dengan pemerintah dan dengan membangun masyarakat madani.
Dalam hal ini Heeks (2001b : 3), terdpat tiga cara potensial bagi pemerintah untuk berkembang yaitu :
*      Otomasi : mengganti proses pengumpulan, penyimpangan, pengelolahan dan penyampaian hasil dan informasi yang dilakukan oleh tenaga manusia degan proses dengan tehknologi komunikasi dan informasi misal : otomasi fungsi klerikal (tata usaha) yang ada.
*      Informatisasi : mendukung proses yang kini dilakukan dengan tenaga manusia misal : pengambilan keputusan beserta Pengkomunikasian dan implementasinya.
*      Transformasi : menciptakan proses baru pengelolahan informasi yang dijalankan dengan ICT atau mendukung proses baru pengelolahan informasi yang dijalankan oleh tenaga manusia. E-Government dalam jangka panjang akan merubah cara kerja pemerintah, menggeser cara kerja tradisional dengan cara kerja elektronis yang lebih efisien dan efektif.
            Dalam ketiga cara tersebut diharapkan pemerintahan yang lebih baik dan efisien, dalam arti dapat lebih murah, dapat berbuat lebih banyak, dan dapat bekerja lebih cepat. Selain itu pemerintahan diharapkan dapat lebih efektif, dalam arti : dapat bekerja lebih baik dan inovatif.
            Untuk mewujudkan E-Governance, Heeks (2001b: 17-19) menjelaskan tentang enam persyaratan kesiapan, kesiapan tersebut berkaitan dengan : (1)infrastruktur sistem data, (2)infrastruktur legal/hukum, (3)infrastruktur kelembagaan, (4)infrastruktur SDM, (5)infrastruktur tehknologi dan (6)kepemimpinan dan pemikiran strategis.
2. Hasil Analisis
Kelembagaan, Regulasi, dan Kebijakan E-Government Di Indonesia

            Perkembangan dan pembangunan telmatika memasuki babak baru pada awal tahun 2005 dengan digabungkannya Ditjen Potsel yang dahulu berada dibawah Departement Perhubungan kedalaman Depkominfo. Satriya (2005) melihat penggabungan tersebut seyogyanya bisa mempercepat gerak pelaksana aplikasi E-Government di seluruh tanah air dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk penyediaan infrastruktur telmatika yang sekaligus yang di singkronkan dengan berbagai aplikasi prioritas.
            Begitu pula dari sisi regulasi, sudah ada intruksi presiden (Inpres) No 3 Tahun 2003 tentang strategi pengembangan E-Government yang juga sudah dilengkapi dengan berbgai panduan : penduan pembangunan infrastruktur portal pemerintah : panduan manajemen sistem document elektronik pemerintah : pedoman tentang penyelenggaraan situs web pemda: dan lain lain. Demikian pula berbagai panduan telah dihasilkan oleh depkominfo pada tahun 2004 yang pada dasarnya telah menjadi acuan bagi penyelenggaraan EGov dipusat dan didaerah.
            Tapi sayangnya beberapa peraturan payung yang diharapkan bisa segera selesai masih belum terwujud, seperti RUU tentang informasi dan transaksi Elektronik yang masih belum di bahas di DPR.
            Dalam bidang kebijakan, keihatannya pemerintah belum berhasil menyusun suatu langkah kongkrit yang dapat menggerakkan berbagai komponen pemerintah (lintas sector) untuk saling bekerja sama membangun dan menjalankan aplikasi yang memang harus disenergikan hingga sekarang pemanfaatan telematika untuk Kartu Tanda Penduduk, perpajakan, imigrasi dan kepegawaian yang sangat dibutuhkan dalam reformasi pemerintah masih belum terlaksana. Masih mahalnya tarif internet termasuk broadband, rupanya telah mulai menarik perhatian. Menarik kominfo seperti diungkapkan beberapa waktu yang lalu dalam ajang indo wireless. Kombinasi pemanfaatan kapasitas telepon tetap eksisting dan berbagai tehknologi nirkabel lainnya sudah seharusnya bisa didukung oleh sistem tarif yang sudah memanfaatkan kompetensi dalam sector dalam telematika ini. Begitu pula alternative penyediaan infrastruktur telematika di daerah terpencil, perbatasan dan tertinggal masih belum bisa memaksimalkan pemanfaatan dana Universal Services Obligation (UGO).

Penggunaan E-Government Di Indonesia
            E-Gov di Indonesia mulai dilirik sejak tahun 2001 yaitu sejak munculnya instruksi presiden No 6 tahun 2001 tanggal 24 april 2001 tentang telematika (telekomunikasi, media dan informasi) yang menyatakan bahwa aparat pemerintah harus menggunakan tehknologi telematika guna mendukung good governance dan mempercepat proses demokrasi. Namun dalam perjalanannya inisiatif pemerintah pusat ini tidak mendapat dukungan serta respon dari segenap pemangku kepentingan pemerintah yaitu ditandai pemanfaatan tehknologi informasi yang belum maksimal. Berdasarkan data yang kami punya, pelaksana E-Government di Indonesia sebagian besar baru tahap publikasi situsoleh pemerintah atau baru pada tahap pemberian informasi, dalam tahapan Layne & Lee baru masuk dalam cataloguing. Data maret 2002 menunjukan 369 kantor pemerintahan telah membuka situs mereka. Akn tetapi 24 % dari situs tersebut gagal untuk mempertahankan kelangsungan waktu operasi Karena anggaran yang terbatas. Indicator lainnya adalah penestrasi internet yang baru mencapai 1,9 juta penduduk atau 7,6 persen dari total populasi di Indonesia pada tahun 2001. Pada tahun 2002 dengan 667.000 jumlah pelanggan internet dan 4.500.000 pengguna computer dan telepon, presentasi penggunaan internet di Indonesia sangatlah rendah (Sumber : Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia/APJII).
            Pada tahun 2003, di era Presiden Megawati Soekarno Putri, pemerintah mengeluarkan suatu kebijakan yang lebih focus terhadap pelaksana E-Gov, melalui intruksi Presiden yaitu Nomor 3 Tahun 2003 yang berisi tentang strategi pengembangan E-Gov yang juga sudah dilengkapi dengan berbagai panduan tentang E-Gov seperti : panduan pembangunan infrastruktur portal pemerintah  ; panduan manajemen sistem dokumen elektronik pemerintah dan pedoman tentang penyelenggaraan situs web pemda dan lain – lain.
            Demikian pula berbagai panduan telah dihasilkan oleh depkominfo pada tahun 2004 yang pada dasarnya telah menjadi acuan bagi penyelenggara E-Gov di pusat dan di daerah. Dalam inpres ini Presiden mengaskan dan memerintahkan kepada seluruh Menteri, Gubernur, Walikota, dan Bupati untuk membangun E-Government dengan berkoordinasi dengan menteri Komunikasi dan Informasi. Di lihat dari peleksanaan aplikasi E-Government setelah keluarnya inpres ini maka dapat dikatakan bahwa perkembangan pelaksanaan implementasi E-Gov masih jauh dari harapan. Data dari Depkominfo menunjukan bahwa Indonesia baru memiliki :
1.      564 domain go.id;
2.      295 website pemerintah pusat dan pemda
3.      226 website telah memulai memberikan layanan melalui website
4.      198 website pemda masih dikelola secara aktif
            Beberapa pemerintah daerah memperlihatkan kemajuan yang cukup berarti. Bahkan pemkot Surabaya sudah mulai memanfaatkan E-Gov untuk proses pengadaan barang dan jasa. Beberapa pemda lain juga berprestasi baik dalam pelaksanaan E-Gov seperti : Pemprov DKI Jakarta, Pemprov DI Yogyakarta, Pemprov Jawa Timur, Pemprov Sulawesi utara, Pemkot Yogyakarta, Pemkot Bogor, Pemkot Tarakan, Pemkab Kabumen, Pemkab Kutai Timur, Pemkab Kutai Kaltanegara, Pemkab Bantul, Pemkab Malang.
            Sementara itu dari sisi infrastruktur, layanan telepon tetap masih dibawah 8 juta satuan sambungan dan jumlah warung internet (Warnet) yang terus menurun karena tidak sehatnya pesaing bisnis. Dan jumlah pelanggan pengguna internet masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan total penduduk Indonesia. Berbagai data yang dikompilasi asosiasi penyedia jasa internet Indonesia memberikan jumlah pelanggan internet masih pada kisaran 1.9 juta, sementara pengguna baru berjumlah 9 juta juta orang. Rendahnya penetrasi internet ini jelas bukan suatu kondisi yang baik untuk mengurangi lebarnya kesenjangan digital yang telah disepakati pemerintah Indonesia dalam berbagai pertemuan intenasional untuk dikurangi.
Kajian Kebijakan E-Government Dalam Mendukung Reformasi Birokrasi
            Indonesia kini berada ditengah – tengah pusaran kehidupan berbangsa dan bernegara, yang secara fundamental menuju ke sistem kepemerintahan yang demokratis, transparan, serta meletakkan supermasi hukum. Perubahan itu memberikan peluang bagi penataan berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara, dimana kepentingan rakyat dapat kembali diletakkan pada posisi sentral.
            Secara eksternal penataan berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara itu terjadi pada lingkungan kehidupan antar bangsa yang semakin terbuka, dimana nilai –nilai universal dibidang ekonomi dan perdagangan, politik, kemanusiaan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup saling berkaitan secara kompleks. Apa yang dilaksanakan tidak akan lepas dari pengamatan masyarakat internasional. Dalam hal ini, pemerintah harus mampu memberikan informasi yang komprehensif kepada masyarakat internasional agar tidak terjadi kesalahpahaman yang dapat meletakkan bangsa Indonesia pada posisi yang serba salah. Perubahan yang sedang dijalani terjadi pada saat dunia sedang mengalami transformasi menuju era masyarakat informasi. Kemajuan tehknologi informasi yang demikian pesat serta potensi pemanfaatanya secara luas, membuka peluang bagi pengaksesan, pengelolahan dan pendayagunaan informasi dalam volume yang besar secara cepat dan akurat. Kenyataan telah menunjukan bahwa pengguna media elektronik merupakan factor yang sangat penting dalam berbagai transaksi internasional, terutama dalam transaksi perdagangan.
            Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan kecenderungan global tersebut akan membawa bangsa Indonesia kedalam jurang digital divide, yaitu keterisolasian dari perkembangan global karena tidak mampu memanfaatkan informasi. Oleh karena itu penataan yang tengah kita laksanakan harus pula diarahkan untuk mendorong bangsa Indonesia menuju masyarakat informasi.
Dasar Pelaksanaan E-Government di Indonesia
            Menguntip dari penjelasan teori yang mengenai e-government, keuntungan yang paling diharapkan dari e-government adalah peningkatan efisiensi kenyamanan, serta aksessibilitas yang lebih baik dari pelayanan public secara manual.
            Indonesia pada saat ini berada dalam proses transisi dari sistem pemerintahan yang fundamental menuju sistem pemerintahan yang demokratis transparan. Proses transisi ini memberikan peluang bagi penataan uang berbagai sistem kehidupan berbangsa dan bernegara dimana pemerintahan dapat kembali menempatkan kepentingan rakyat pada posisi sentral. Perubahan yang terjadi harus juga harus juga diikuti dengan kelancaran komunikasi dengan lembaga pemenrintahan dan mendorong partisipasi masyarakat luas agar tidak muncul ketidakpastian dan kesalah pahaman akan perubahan yang terjadi. Pemerintah harus terbuka terhadap aspirasi masyarakat dan mampu menanggapi semua aspirasi secara tepat, cepat dan efektif. Tindakan yang Indonesia lakukanpun tidak akan lepas dari pengamatan masyarakat internasional, disinilah pemerintah harus memberikan informasi yang komprehensif kepada masyarakat yang luas agar tidak menempatkan Indonesia pada posisi yang salah. Perubahan yang dijalanin ini mendorong bangsa menuju era masyarakat informasi. Kemajuan tehknologi terjadi dengan sangat cepat dan memiliki potensi yang memudahkan proses pengelolahan data dalam skala yang kompleks dan besar. Hal ini tentu mendorong Indonesia, terutama ibukota Jakarta untuk turut serta menyesuaikan diri dengan tehknologi yang ada.
Kesimpulan
            E-govenrment adalah penggunaan tehknologi informasi oleh pemerintah untuk memberikan informasi dan pelayanan bagi warganya, urusan bisnis serta hal hal lain yang berkenan dengan pemerintahan E-government dapat diaplikasikan pada legislative, yudikatif atau administrasi public untuk meningkatkan efisiensi internal. Menyampaikan pelayanan public, atau proses kepemerintahan yang demokratis. Di Indonesia penerapan e-government belum bisa dikatakan bagus, hal ini disebabkan karena kendala seperti ketidakpastian sumber daya manusia , sarana dan prasrana tehknologi informasi, serta kurangnya perhatian dari pihak – pihak yang terliat langsung.

Daftar Pustaka

http://archipelagoworld.blogspot.co.id/2015/05/e-government-dan-perkembangannya-di_29.html http://sisteminformasi.blog.binusian.org/2014/03/09/evaluasi-terhadap-pelaksanaan-e-government-di-indonesia/ http://www.academia.edu/6546245/Faktor-faktor_Penghambat_e-Government_Studi_Kasus_Pemerintah_Provinsi_Riau sumber jurnal/Coretan Dara Sumut_ PENERAPAN DAN PEMANFAATAN E-GOVERNMENT DI INDONESIA.html Kebijakan e-Government dalam Mendukung Reformasi Birokrasi _ KECAMATAN BANTUR.html Penerapan E-Government di Indonesia _ Seta Basri Menulis Terus.html

No comments:

Post a Comment

Sejarah Perkembangan Sistem Ekonomi Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang             Dumairy (1996) mengatakan bahwa Sistem ekonomi adalah suatu sistem yang mengatur sert...